Industri Pengendali Hama Minta Pemerintah Terbitkan Aturan Soal Perizinan

Industri Pengendali Hama Minta Pemerintah Terbitkan Aturan Soal Perizinan – Pengusaha pengendali hama yang tergabung didalam Asosiasi Perusahaan Jasa Industri Pest Management Indonesia (APJIPMI) menghendaki perhatian spesifik dari pemerintah. APJIPMI secara spesifik menghendaki Kementerian Kesehatan menerbitkan aturan berkaitan izin operasional perusahaan pest control.

Ketua Umum APJIPMI, Boyke Arie Pahlevi waktu ini yang berlaku ialah Permenkes No. 14 Tahun 2021. Boyke menghendaki aturan berikut dicabut terutama bidang pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. Dia mengatakan usulan pencabutan dan penerbitan Permenkes berikut merupakan pertimbangan hasil ketetapan rapat dan kajian APJIPMI dengan Dewan Pakar dan stakeholder di bidang bisnis pest management/pengendalian hama.

“Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 2 Tahun 2020 berkenaan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), kesibukan bisnis pengendalian hama/pest control, termite control dan fumigasi yang dikerjakan oleh anggota APJIPMI diklasifikasikan didalam Aktivitas Kebersihan Bangunan dan Industri Lainnya, tapi didalam sistem OSS KBLI 81290 baru sesuaikan izin pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit saja, yang mana izin berikut tidak cukup memenuhi syarat sebagai payung hukum perizinan bidang bisnis kami,” terang Boyke didalam keterangannya.

Dia melanjutkan, demikianlah juga dengan Pasal 120 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, belum sesuaikan izin operasional perusahaan pengendalian hama/pest control, termite control dan fumigasi gara-gara pasal berikut sesuaikan bahwa perizinan mengusahakan subsektor kesegaran meliputi kesibukan bisnis service kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan, dan perbekalan kesegaran tempat tinggal tangga, pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit.

Sementara lingkup bidang bisnis APJIPMI adalah pest control (pengendalian hama permukiman), termite control (pengendalian hama rayap), dan fumigasi (pengendalian hama gudang).

“Sebagian besar kesibukan bidang bisnis pengendalian hama di Indonesia berkaitan hal itu. Adapun hama serangga dan binatang yang kita kendalikan diantaranya tidak mempunyai vektor penyakit seperti rayap, semut, lebah, laba-laba, dll” ungkap Boyke.

Sementara itu, peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Sulaeman Yusuf mengatakan bahwa binatang seperti rayap, semut, lebah, laba-laba tergolong hama, dan bukan vektor. Vektor juga hama tapi hama belum tentu vektor, binatang/serangga berikut diatas tidak mempunyai penyakit kepada manusia.

Sedangkan serangga dan binatang yang mampu menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular vektor penyakit seperti nyamuk, lalat, kecoa dan tikus, pengendaliannya dikerjakan perusahaan pest control yang cuma berwujud mengendalikan populasi agar tidak mengganggu pada kenyamanan manusia dan keamanan komoditi.

Pengendalian vektor idealnya dikerjakan oleh pemerintah, peneliti, akademisi, dan/atau NGO/LSM yang bergerak di bidang vektor penyakit, gara-gara pendekatan metodologi pengendalian vektor adalah kesibukan survailans vektor, kesibukan pengamatan vektor secara sistematis dan konsisten menerus didalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit yang mempunyai tujuan sebagai basic untuk mengerti dinamika penularan penyakit dan usaha pengendaliannya.

Pelaku bisnis pest control, Direktur PT Biruni Lintas Dunia, Luki Budiman mengatakan, sepanjang ini izin operasional Perusahaan Pengendalian Hama/Pest Control, Termite Control dan Fumigasi diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi/Kabupaten/Kota berdasarkan aturan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1350 tahun 2001 berkenaan Pengelolaan Pestisida.

“Izin operasional itu kita perlukan didalam rangka mengusahakan di lingkungan industri makanan, minuman, farmasi, manufaktur, tekstil, baju jadi, Horeca, ekspor-impor dan lainnya,” kata Luki.

Perizinan itu, kata dia, amat diperlukan terutama kaitannya dengan Store Product Insect (SPI), Good Manufacturing Practices (GMP), Hazard Analysis plus Critical Control Points (HACCP), Kesehatan Bangunan Gedung (Hygine plus Sanitation), Health Safety Environment (HSE), dan Phytosanitary, sebagai salah satu syarat untuk menegaskan tidak tersedia kontaminasi hama serangga pada suatu produk, dan juga mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang mempunyai potensi menyebabkan kerusakan ekonomis atau gangguan pada komoditi.

Tak cuma itu, Health Safety Security plus Environment (HSSE) pada industri pertambangan, minyak dan gas berkaitan K3 Lingkungan, pengendalian hama arsip, ekpor-impor, hingga pengendalian hama berkaitan serangga perusak bangunan menjadi ruang lingkup bisnis jasa industri pest management. Sementara itu pasar pengendalian vektor di Indonesia cuma terbatas di lingkup sektor kesegaran saja, berkaitan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat merebaknya penyakit tular vektor, dan pengendalian vektor paska bencana.

“Karena hama itu berlainan dengan vektor penyakit, maka wajib diterbitkan Permenkes baru yang sesuaikan izin operasional perusahaan pengendali hama/pest control, dan mencabut Permenkes No. 14 tahun 2021 terutama bidang pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit gara-gara tidak relevan dan tidak diperlukan didalam bidang bisnis pengendalian hama seperti jasa pembasmi rayap,” pungkasnya.

Leave a comment